“Yang penting murah, pasti laku.”
Kalimat ini sering kami dengar dari banyak calon pelaku bisnis yang baru ingin memulai. Tak jarang mereka datang dengan semangat tinggi dan pertanyaan yang mirip:
“Bisnis apa ya yang lagi rame sekarang?”
“Aku bisa dapat barang ini murah banget, kalau aku jual murah, masak nggak laku sih?”
Sayangnya, dalam dunia bisnis, harga murah tidak selalu berarti penjualan tinggi. Sebagus apa pun peluang yang terlihat di luar sana, tanpa pemahaman mendalam tentang kekuatan diri sendiri dan pasar yang dihadapi, bisnis mudah goyah.
Tantangan: Mengira Peluang Tanpa Melihat Diri Sendiri
Banyak orang memulai bisnis hanya karena melihat tren yang sedang naik, tanpa mempertimbangkan apakah mereka memiliki resource, kapasitas, dan keahlian untuk memainkannya. Padahal, keberhasilan bisnis tidak ditentukan hanya oleh apa yang dijual, tetapi juga oleh siapa yang menjalankan dan bagaimana ia mengelolanya.
Kami pernah mendampingi seorang klien yang ingin memulai bisnis aksesoris impor murah. Ia tertarik karena melihat toko sebelah di marketplace ramai pembeli dan omzet tinggi. Dengan cepat, ia ikut memesan produk serupa dan menjualnya dengan harga bersaing.
Namun, hasilnya jauh dari ekspektasi. Penjualannya stagnan, stok menumpuk, dan ia merasa frustrasi. Setelah kami analisis bersama, ternyata masalahnya bukan pada harga, tapi pada ketidaksesuaian antara segmen pasar dan kekuatan personal sang owner.
Analisis: Tidak Semua Peluang Cocok untuk Semua Orang
Melalui proses diskusi dan analisis sederhana berbasis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Threat), kami menemukan bahwa:
- Sang owner memiliki taste dan kurasi produk yang lebih cocok untuk segmen menengah ke atas.
- Ia kurang memahami kebutuhan dan gaya komunikasi pasar di segmen bawah.
- Resource-nya lebih mendukung untuk produk berkualitas, bukan volume besar dengan margin tipis.
Dengan kata lain, ia mencoba bermain di pasar yang bukan “lahan” kekuatannya.
Kami kemudian menyarankan perubahan arah: bukan bersaing di harga, tetapi menaikkan positioning bisnisnya ke segmen yang lebih premium, sesuai dengan keahliannya dalam memilih produk yang berkualitas.
Hasilnya? Brand barunya tampil lebih fokus, dengan identitas dan target pasar yang jelas. Ia tidak lagi berjuang menjual barang murah—ia mulai dikenal karena produknya yang terkurasi dengan baik.
Insight dari Kasus Ini
Dari pengalaman ini, ada pelajaran penting yang bisa dipetik:
- Harga bukan satu-satunya strategi. Murah tidak selalu efektif, apalagi jika tidak sesuai dengan kapasitas bisnis.
- Kenali strength dan resource. Setiap owner punya keahlian dan daya dukung yang berbeda—itulah modal utama untuk memilih strategi.
- SWOT bukan teori lama. Dengan analisis yang tepat, SWOT membantu bisnis menemukan arah yang realistis dan efektif.
Sering kali, orang melihat opportunity tanpa menilai strength, atau sebaliknya—memiliki resource besar tapi tidak tahu ke mana mengarahkannya.
Kesimpulan
Di PENSA, kami percaya bahwa strategi terbaik selalu lahir dari pemahaman yang utuh—tentang pasar dan tentang diri sendiri.
Kami membantu klien menggali visi, misi, dan kekuatan internal agar setiap langkah bisnis selaras dengan peluang yang benar-benar cocok. Karena pada akhirnya, keberhasilan bukan hanya tentang apa yang dijual, tapi mengapa dan bagaimana bisnis itu dijalankan.